Siang ini kuliah lagi engkau duduk dibangku taman, meringgis, dan menyeringai, berusaha menepis teriknya mentari yang terus menyorotimu. Betapa tidak, karena kau begitu tampan dan memesona!!
seperti biasa, aku hanya mampu memandangimu dari kejauhan, dikantin, duduk sendiri menatapmu. kau yang telah mencuri hatiku, mengganggu malamku, dan membunuh kebencianku padamu. akhirnya, aku menyukaimu. Aku tak bisa menepis keberadaanmu didalam hatiku.
aku baru menyadari sejak hari itu, hari yang sama panasnya dengan hari ini. aku yang tengah mengantri untuk membeli sebuah ice cream, dan kurang beruntung untuk mendapatkan ice cream terlaris itu. kau menghampiriku dan menawarkan ice cream yang meleleh ditaganmu. ice cream itu kuterima, namun kembali kulemparkan ke wajahmu.
oh betapa jahatnya. yah aku sadari itu. aku sangat membenci rupawanmu, lelaki norak yang memakai kacamata tebal, sungguh kucel dan sembrautan, mana mungkin aku mau menikmati ice cream darimu?
Setelah insiden itu, kau kembali muncul dihadapanku, menologku dari orang jahat yang ingin merampas tas ku, aku tak tahu harus bilang apa. Aku berpikir kau mungkin sekongkol dengan pencopet itu. tapi kau berlalu pergi begitu saja. Kuperiksa tasku mungkin kau mengambil sesuatu. Tak ada kepercayaan sedikitpun untukmu. Tapi setelah memeriksa semuanya,
aku terkesiap.
Tak ada yang hilang dari tasku. Aku merasa ada sedikit perasaan bersalah. Bukan sedikit tapi agak banyak sampai aku belum bisa menemukan tindakan untuk berterimakasih padamu, seharusnyakah atau tidak perlu.
aku mengejarmu, dan terjadilah perbincangan yang menarik hatiku.
disitulah aku tertipu, ternyata kau mencuri hatiku.
Tpai aku ikhlas. Sejak itu aku melihatmu sangat berkemilau dimataku. hanya kau yang bercahaya diantara ribuan lelaki dihadapanku.
kini aku menghampirimu, menawarkan ice cream padamu.
kau tolak!
oh tidak.
Mengapa? apa karena ada ‘dia’ dibelakagmu yang lebih dulu memeberikan ice cream padamu? tidak! tidak… berikutnya harus akulah yang memberikan ice cream lebih dulu padamu.
Esok nya aku bangun pagi sekali, amat pagi, kemudian menuju kampus, sempat berlari mengejar kendaraan, walau terjatuh, aku berusaha bangun kembali.
Langkahku terhenti ketika melihat seorang wanita terkapar di aspal, orang-orang mulai mengerumuninya. dan kudengar orang-orang berteriak histeris.
Jalanan jadi macet.
Bagaimana ini? aku tak boleh terhadang sesuatu untuk segera menuju kampus, menemuimu.
Aku harus jadi wanita pertama yang membuatmu terkesan dengan pemberian ice cream itu.
kuperhatikan wajah wanita yang terkapar itu, penuh darah.
Walaupun begitu, aku mengenalinya.
Persis sepertiku.
Rasanya aneh ada orang yang mengenakan pakaian yang sama denganku pagi itu, tapi sialnya dia tak bisa melanjutkan perjalanan ke tempat yang dituju. Aku melihat angkutan umum aku segera naik, dan sampai kekampus.
Aku tak melihatmu. Aku menunggu hingga siang hari, dank au kutemui dikantin, kali ini aku tak mau hanya melihatmu dari jauh aku ingin menghampirimu tapi sebelumnya aku harus membeli ice cream. Kucari tukang ice cream itu ada banyak orang yang mengerumuninya. Aku menyerobot dan langsung berhasil berada dihadapan tukang ice cream itu, biasanya aku harus menunggu lama. Aku memesan tapi tukang ice cream itu tidak memperhatikanku. Aku menoleh kesekeliling, semua tak memperhatikanku. Tak ada yang mau memandangku sekalipun.
Mungkin orang-orang ini iri padaku.
Aku lebih baik menemuimu saja walau tak membawakanmu apa-apa, aha… aku akan mengajakmu kekantin, aku akan mentraktirmu. Kuperiksa tasku. Tak ada. Tasku tak ada, dimana aku menaruhnya? Ah sial! Mungkin tercecer waktu aku terjatuh dijalan raya tadi.
Bagaimana ini?
Aku ternyata tak punya apapun untuk menemuimu, tapi tenang saja aku punya cinta untukmu. Aku berani! Berani sekali menghampirimu.
Aku yakin kau akan memandangku. Memang memandangku. Aku senang dan bahagia kau tak sama dengan orang-orang tadi yang begitu tidak sopan mengabaikan orang.
Sesuatu ingin kukatakan, dan baru saja ingin terucap kau sudah lebih dulu menyapaku, bahkan beranjak dari tempatmu duduk dan menghampiriku.
“Hai Nina…”
Tunggu dulu. Dasar bodoh!
Namaku bukan Nina, tapi Tiya. Aku tertawa. Kau lucu sekali bercanda seperti itu, kau begitu senang sekali melihat tawaku ini hah? Sampai tak berhenti tersenyum seperti itu. Sungguh menawan.
“Hai Dzul…”
Suara siapa itu? Aku menoleh kebelakang. Seorang gadis lain. Aku mengenalinya, dia Nina yang sekelas denganku tadi. Dia menghampirimu, melewatiku.
“Maaf baru datang, tadi dijalan sana macet, ada kecelakaan. Kayaknya korbannya mati ditempat. Anak kampus sini loh, tadi digerbang kampus baru kaget setengah mati, orang-orang bilang ada yang menemukan identitas ternyata dia teman kelasku namanya Tiya. Kasihan dia…”