berlalunya Ramadhan 1431H menyisakan getaran tersembunyi dalam lubuk hatiku. entah namanya apa dan bagaimana di jabarkannya. seperti takut akan ruangan gelap nan dingin, yang dimana tak ada sesiapapun dan tak ada penghangat dan cahaya. takut bagaimana nanti jika tak mampu kembali menemui Ramadhan dengan lebih khusyuk dan dengan lebih tawakkal dalam beribadah.
Begitu cepat hari-hari berlalu, begitu cepat siang dan malam berganti, dan betapa cepat malam menggrogoti umur ku.
Seolah baru kemarin aku meninggalkan Ramadhan 1430 H yang masih terkenang laksana mimpi indah. Dan itulah hidup, setiap yang datang pasti akan pergi. Kemudian datang berikutnya musim haji, berlalu laksana tamu yang mulia, mampir sebentar lalu melanjutkan perjalanan.
Sekarang sempurna waktu setahun meninggalkan ku dan tak kan pernah kembali.
Waktu adalah sesuatu yang tak terbendung, ia akan terus bergerak sekalipun aku telah lelah untuk beranjak dari tempatku berdiri, ia akan terus melangkah ke depan sekalipun aku telah kehilangan semangat dalam mengarungi kehidupan ini.
Tapi inilah realitas dari kehidupan, ketika kita merasa telah berjuang begitu keras, ternyata masih banyak kerikil tajam yang masih mengganjar di setiap langkah kita, ketika kita telah berupaya, masih ada kegagalan yang menghampiri kita, masih ada tangis yang mengiringi jalan kita, masih banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan kita, apalagi ketika kita memasuki tahun-tahun penuh tantangan seperti ini.
2010 adalah Tahun yang berwarna Merah Jambu (pink) bagiku. aduhai simbolisasi warna penuh cinta bukan? cinta yang masih hangat. antara aku dan keluargaku, aku dan teman/sahabat2ku, aku dan seorang pria yang hadir mengisi keseharianku serta relung-relung hatiku. betapa aku bahagia dengan kelengkapan seperti ini. namun aku harus tetap ingat bahwa Semua yang ada di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan, sebagaimana yang ditulis dalam Al-Quran "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah." (QS. ADZ-DZAARIYAAT:49)
ya supaya aku ingat akan kebesaran Allah. Manis-asin, gelap-terang, panas-dingin, sakit-sehat, sedih-bahagia, dan semuanya punya dinamika masing-masing. tidak ada yang sempurna di dunia ini. namun aku percaya, satu yang sempurna adalah kasih sayang Allah padaku.
Allah selalu mengijinkan aku mentaatiNYA
Ijinkan aku mencintaiNYA, Ijinkan aku bersabar, Ijinkan kebaikan untukku hingga IA tidak melihat dari diriku melainkan kebaikan, Mudahkan aku untuk jadi taat, cinta, sabar, ijinkan aku untuk semua itu meski aku ini hamba yang paling pemalas.bagaimana bisa aku minta mudah. aku harus jatuhkan keringatku, kumpulkan ketakutanku, perangi marahku, luluhkan nafsuku, korbankan hartaku, tantang nyawaku, dan jatuh bangun dalam sujud dimalam-malamku.
***
suatu subuh yang bening dipenghujung bulan Agustus, Terdapat pesan pada Subuh nan jelita… di mana mulanya pagi adalah.. dingin yang mulai menyusup dalam rahang jiwa namun tak gentar diri dalam lamun alang angkasa… Ingin kusampaikan yang tak teraba oleh mata namun nyata… hanya hatiku bimbang untuk memulainya.. Aku bangun menentramkan perasaanku, mngucap istigfar dalam hati dan menyebut asma Allah, kemudian mengucek-ucek mataku yang mungkin pada waktu itu sedang ditiup-tiup bersayu oleh syaitan yang mengahalangiku untuk sholat subuh itu. kuseret langkahku ke kamar mandi dan segera ku basuh wajahku dengan air wudhu. akupun mulai sholat seperti biasanya. selesai dzikir kemudian dengan doa yang hanya untuk kedua orangtuaku. aku kembali ke tempat tidurku, Jam lima lewat seperempat pagi, mimpi mungkin sudah kembali ke nol lagi. aku ingin dengar bagaimana ranjang menyanyikan tubuhku. aku berleyeh-leyeh sembari membaca buku "Daughter Of Fortune" yang sudah kuhabiskan tujuh BAB dari 40 BAB.
entah mengapa di seruak dada memerintah untuk berhenti saja membaca, kututup buku tanpa membatasi halamannya, aku membalikkan badan ke sisi kiri untuk memeluk guling, kemudian hendak tidur lagi karena mengingat kegiatannku dimulai pukul sepuluh, masih ada kesempatan empat jam untuk tertidur. tapi mataku pun tak jua ingin tertutup. kupilih beranjak ke jendela, ku ambil kamera canon EOS 40D ku yang lensa F4, 70-200mm-nya terpasang, kuabadikan daun-daun dan pepohonan yang sedang dipeluki embun. tak lama setelah memotret, aku merasakan nyeri didadaku, mungkin karen akamera ini agak berat, tapi tak sebiasanya bila aku mengangkat alat berat ke bagian dada, tak sebiasanya terasa ngilu dan nyeri. aneh.
kemudian kusudahi, kusimpan kembali kameraku di tempat tidur. masih di tepi jendela aku terjaga, seperti didadalam dadaku ada yang sedang berseteru, namun aku tak sedang berpikir apa-apa, perasaanku tak terganggu oleh apapun, hatiku tak sakit, aku sedang bahagia, lalu mengapa dadaku terasa sakit. aku mencoba menyentuhnya.
***
Disaat kicau burung menyapaku dengan suara merdunya, Bahkan dengan tarian lincah di iringin senandung angin pagi, Aku terjaga……bukan dengan tawa apalagi bahagia…Aku ingin tetap pejamkan mata hingga aku tiada merasa, semoga bukanlah seperti apa yang tiba-tiba terlintas tadi. Namun semakin kupejamkan mata…semakin aku tersiksa oleh rasa penasaran yang merengsek maju mengepungku dan tak membiarkanku bernafas untuk berpikir. Kulayangkan tangan menggapai handphoneku di samping bantal, ku tekan nomor dua ditombolnya, "calling... Ummi" Kuharap suara ummi akan tenggelamkan galau di dada… Atau bahkan pecahkan pedih yang tiba-tiba ini Namun ummi tidak menereima telponku, tiga kali aku mencoba tetap tak di hardiknya,aku tetap tersiksa Sejenak. kuharap ummi segera menelponku kembali. mungkin ummi sedang dihalaman depan dan handphonenya dibiakan dikamar, kalau dikamar ada papa, mungkin papa sedang mandi atau sedang bersiap-siap menuju kantor, atau mungkin handphone umi di silent.
Dalam keraguan, seribu tanya, seribu tebakan. kupanjatkan doa Diiringi tangis yang sembunyi di sudut mata.. Tuhan mungkinkah?? Tuhan… Mohon… mohon…dan sungguh mohon padamu.. apakah ini benar terjadi padaku??
pagi itu aku dilimpungi pertanyaan, berulang kali kucoba menyentuh dadaku, terasa nyeri memang. ada apa? kenapa bisa begini?
akupun terpejam dan tertunduk berselimutkan harap akan kasih Pencipta. jika memang benar jika memang hanya bukan Balutlah hatiku kenapa bisa sampai sedemikian rancu, lindungi aku dari pikiran buruk tentang Rahmat dan CobaanMU Tuhan.
"Dan aku tiada mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai kepada suatu waktu."" (QS. AL ANBIYAA':111)
***
Mtahari mulai garang bersinar, aku sudah di tempatku beraktifitas. hiruk pikur suara teman-teman hanya menjadi backing sound dalam pikiranku, pikiranku masih terpaut soal diriku. tentang yang terjadi tadi pagi. tiba-tiba Ayu teman seruanganku membuyarkan pikiranku dengan berteriak kencang, mengeluhkan kesalahannya dalam menyeleksi dokumen kasus yang jadwal sidangnya siang itu satu jam lagi. "Gimana nih Qi? Ibu Afni ga mau tau katanya aku harus beresin dari awal lagi" gerutunya, dia menyalahkan dirinya terus, menyumpahi dirinya dengan kata bodoh, tolol, ceroboh, pemalas dan lain sebagainya seolah hari itu adalah hari yang kelam sekelam-kelamnya. dia tak tau apa yang melimpungiku. aku hanya tersenyum tipis saja, "Mana sini coba liat?" aku menyeret berkas putusannya yang dua ratus halaman itu. "Kamu cuma salah jilid nih, halaman petikan kmu jilid dibelakang tuh, periksa baik-baik". unggahku. Ayu pun membolak-balik halamannya, kemudian berteriak lagi "haaiyyaa untungnya yah, coba aku periksa dulu tadi, pasti tau salahnya dimana, td langsung takut banget, langsung down banget... makasih ya Qi" kemudian dia berlalu ke ruangan penyerahan.
"periksa" kata itu berdengung kembali di pikiranku, benar, harusnya aku segera memeriksakan ini ke dokter, apa benar ini adalah gejalanya? atau hanya apa? entahlah. aku selalu takut sebelum mencoba, aku pesimis. aku bingun, aku tak tau harus bagaimana.
handphone ku berdering, kulihat LCD nya ada nama papa, kuangkat, beliau hanya tanya keberadaanku, apa aku sarapan tadi? dan beliau juga tanya soal telpon subuhku tadi. "cuma pengen ngomong sama umi, nyuruh umi kerumah, Qi pengen minta dibeliin sesuatu sama umi, hehehe.." candaku. aku tidak tinggal serumah dengan papa dan umi, papa memberi rumah untuk aku di wilayah yang dekat dari kampus sehingga memudahkan aku untuk berkegiatan, tidak jauh-jauh seperti rumah orangtuaku yang jaraknya tiga jam lebih bila k=harus ke kampus, sedang dari rumahku hanya butuh waktu 45 menit.
aku belum mengatakan hal yang sebenarnya kepada papa secara langsung, biar nanti papa tau dari umi saja. aku tidak mau mengkhawatirkannya, mengagetkannya. habis papa yang bahkan sariawanku saja di perhatikan seperti pasien sakit berat. heheh.
tak lama setelah Papa menelpon, umi sms
Qi umi lagi dijalan ke central, kamu pulang jam berapa? umi tunggu!
syukurlah, umi mau kerumahku. ada kelegaan tapi rasa was-was itu kini berubah jadi rasa gugup.
sampai dirumah, kudapati umi didapurku memasak segala macam lauk untukku dan untuk adikku yang menemaniku tinggal disitu. sejenak melihat dan mencicipi masakan umi aku sempat lupa pada hal yang ingin kusampaikan pada umi. setelah makan aku tertidur di sofa depan televisi, sedang umi asyik bercertita dengan tetanggaku yang tak lain adalah kakak iparnya sendiri. sayup-sayup kudengar mereka bercerita tentang pernikahan, entah pernikahan siapa...
***
begitu aku terbangun, setelah mandi, ku ajak umi ke kamar, ku utarakan semua apa yang terasa disekeliling dadaku, nyeri yang sering-sering. kulihat wajah umi mulai berubah, dia mendengarkan keluhanku, sambil melayangkan beberapa pertanyan-pertanyaan yang berhubungan. umi menggenggam jemariku, dingin tangannya dapat kurasakan, namun hangat pelukannya menentramkanku. umi memcoba meraba dadaku, kurasakan umi memegang benjolan kecil didalamnya yang kenyal dan seperti berpindah-pindah.
ketakutan yang membuatnya menangis, Konsekuensi dari sebuah keadaan, Meskipun jua terasa nyaman, Nyaman akan seseorang yang terindah, ummiku. lama dia mengerutkan alisnya, merangkulku erat-erat. tanpa sadar dalam rangkulan umi aku jadi mengingat almarhumah Nenek Zainab (ibu kandung umiku) yang dipanggil Allah pada tahun 2001 karena penyakit kanker payudara. dan pula aku tersenyum mengingat canda tawaku bersama almarhumah Tante Hatidar (kakak kandung Papa) yang wafat di tahun 2006 karena penyakit yang sama.
Menghakimi nurani bukan jawaban, Memahami adalah sebuah keharusan.
***
dari dalam kamar kudengar umi menelpon papa, selepas sholat magribh ummi meminta papa menjemput umi di rumahku, sembari bercerita soal aku, aku kemudian sholat... tak tau harus berdoa bagaimana pada Allah, aku hanya layangkan sebuah pertanyaan dalam sujud terakhir, dalam lubuk hati yang terdalam Apakah ini cobaanMU ataukah Rahmatmu?!
Malam itu papa sudah datang, menepuk bahuku yang sedang asyik ber-haha hihi dengan teman didunia maya. "Hmm.. online, online terus nih ye, giman aktifitas km tadi?" , ku jawab "ya biasa pa bolak-balik ruangan antar berkas, trus kekampus duduk diam, hahaha" papa pun tertawa, yah tertawa. aku dan papa bila bertemu pasti membahas suatu hal yang membuatku tertawa, ada-ada saja, seperti misalnya perilaku teman-temannya dikantor yang sering salah membawa dokumen, atau soal mobil tua ku si bambino yang rewel tiap saat, kadang pula tentang kamera canon ku yang belum mahir aku gunakan. tak ada pembahasan seperti apa yang kuberitahukan pada umi tadi.
***
Selesai makan malam bersama, aku, papa, umi dan seorang adikku menyantap buah-buahan yang ada di kulkas, mangga manis. sedaritadi kuperhatikan wajah ummi, bekerut alisnya, matanya memandangiku dengan penuh rasa sayang bukan kasihan, entah... selama ini pandangan mata umi terhadapku bermacam-macam,tapi bahkan yang marahnya, jengkelnya dan kesalnya itu merupakan bagian dari rasa cintanya untukku. ketika Pikiran, hati, jiwa, dan emosiku selalu bekerja demi masa depanku ummi selalu berpacu dengan waktu Karena ummi yakin, tanpa itu bisa jadi aku terlindas oleh jaman yang semakin keras, ummi pengantar luasnya pengetahuanku, Kala wadah kosa kataku hanya bagai tetesan air, ummi yang memenuhinya hingga menjadi sebuah lautan. ummi bintang berkilauku Yang tak akan pernah terlupakan oleh rangkaian huruf cahaya sejarah peradaban manusia Andai aku bisa, ummi... Kan kubalas segenap cinta dan kasihmu, Andai aku mampu,ummi... Kan kupersembahkan seterang kilauanmu, sehangat dekapanmu,setulus kasihmu,dan sebijak nasihatmu.
tiba-tiba Papa berdeham, "Jadi kapan mau ke dokter Daniel?" ditanyakannya itu padaku tanpa nada-nada yang khawatir, sambil terus mencomot mangga manis di piring. seperti biasa, cara berbicaranya lancar, santai, tegas dan lugas...
aku menaikkan kakiku ke sofa, besandar di pinggir sofa, lalu sambil tetap mencicipi mangga aku pun menjawab "Terserah kapan, qi di kabarin aja,"
pilihannya jatuh pada besok malam selepas magribh, tp ummi sudah memesankan nomor antrian sejak pagi untukku.
malam itu...
malam itupun setelah periksa memang benarlah adanya, benjolan didadaku itu adalah kanker. vonis itu kuterima tepat setelah adzan isha berkumandang , dihadapan dokter Daniel yang murah senyum,. mata dokter itu menatapku teduh menenangkanku dengan berbagaimacam presepsi pengobatan stadium awal untukku, bahkan tawaran operasi pun keluar dari bibirnya yang sedang tersnyum.
disampingku, umi menggenggam tanganku, sambil terus berbicara dengan dokte daniel dengan suara yang lesu. aku mulai tak suka umi saat seperti ini. sungguh!
umi berbicara seakan-akan aku tak ada disampingnya, seakan-akan aku menderita penyalit yang parah dan terparah didunia, betapa ummi terlalu hiperbola waktu itu. meski dokter daniel tetap menyupors dan tidak menakut-nakuti ummi, umi tetap saja berkesah berbicara. aku mulai kesal, memasang wajah cemberutku sampai doketer daniel bilang aku takut. sumpah ! aku tidak takut. sama sekali tidak takut!
Kalau Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan memberikan siksaanNya secara lebih awal di dunia saja.” (Hadits riwayat At Tirmidzi)
umi bukan yang mengajarkanku tegar?
ummi bukan yang mengajarkanku kuat?
ummi bukan yang mengajarkanku ikhlas dan sabar?
***
hari-hari ku jalani sudah tak seperti biasanya lagi, kegiatan penuh seharian dipotong hanya setengah hari, tidak lagi makan sembarangan makanan, aku kini punya list makanan untuk penderita penyakit kanker dilarang sama sekali. obat-obatan jadi daftar baru penghuni tas ku, telpon papa dan ummi jadi alarm pengingat obat ku. hingga kini masih seperti itu.
(B E R S A M B U N G)
Hidup memang ada yang dimudahkan olehNya. Demikian sebaliknya, karena memang ada "sebab akibatnya". Kalau Dia memberikan kemudahan, mengapa tidak.
jangan berhenti meminta kemudahan. MInta saja apa yang kita mau, Dia suka hamba yang meminta, asalkan kita menuruti apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang telah dilarangNya.
kita manusia biasa, kalau kita di timpa penyakit, kemelaratan, kesengsaraan, dan bencana alam, mari kita berbaik sangka kepada Allah, mungkin dengan semua ujian itu, Allah juga lagi mengetuk hati kita, untuk selalu ingat dan dan memohon ampun kepadaNya dengan merendahkan hati.
Mungkin dihari-hari sebelumnya kita sebagai hambaNya, begitu sibuk mengurus dunia yang melenakan, sehingganya kita tidak sempat dan merasa tidak perlu berdo’a, shalat tahajjud, shalat duha, bahkan shalat wajib. Dan kita merasakan, apa saja yang kita dapatkan semata-mata karena kepintaran dan kerja keras kita.
Akhirnya, Allah Yang Maha Kuasa, menegur kita dengan sedikit bencananya. Mungkin bencana itu berupa penyakit, kemelaratan, dan kesengsaraan. Atau bahkan mungkin, itu berupa bencana alam seperti kebakaran, banjir, angin puting beliung, gempa bumi, tsunami dan lain-lain sebagainya.
Kemudian bagi hamba Allah yang merasakan ujian itu sebagai panggilan Robnya, ia akan menyungkur sujud dengan penuh rasa takut dan penyesalan, bahkan ia akan minta ampun kepada Allah dengan berlinangan air mata.
Dia meyakini firman Allah dalam Al Qur’an:
“Kebaikan apapun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apapun yang menimpamu, itu dari kesalahan dirimu sendiri….”(Surat An Nisa:79)