Salam semua,
Awal bulan February kemarin adalah hari yang paling membahagiakan sekaligus menggemparkan (kok bisa?* baca terus ya sampe kebawah. HAHAH) Jadi awal bulan february tepatnya tanggal 4 tahun 2018, adik saya yang ke-tiga dilamar sang pujaan hatinya, Buyana.
4 bulan sebelumnya, Buyana sudah datang ke rumah memperkenalkan dirinya ke Papa dan Ummi. Kalau dalam adat Makassar ini namanya A'jangang-jangang (ayam-ayam-an) seorang lelaki yang berniat ingin melamar pujaan hatinya yang keturunan Makassar Gowa asli, harus datang sendirian dulu bertamu ke rumah. Tanpa mengutarakan niatnya secara gamblang, orangtua kami sudah 'akan' tau maksudnya.
Waktu itu papa berpesan ke Buyana, "Kamu tau nak di sini... waktu kita bareng ke masjid aja, banyak pasang mata yang tanya-tanya siapa gerangan itu? Jadi, kalau memang niat baik, cukup satu kali ini saja datang ya..." Arti sebenarnya papa sudah "welcome" gitu sama Buyana, tentu saja setelah mereka berbincang dari Ashar sampai Magribh dan sampe Isha :)) dan maksudnya adalah kalau datang berikutnya artinya keluarganya yang datang.
Benar saja, tanggal 28 Januari, rombongan keluarga Buyana datang melamar, tahap ini disebut sebagai prosesi "Massuro , Mae A'suro,". Awalnya keluarga Buyana sudah akan ingin langsung membahas tentang "Uang Panaik" tapi keluarga kami menahannya, karena belum menginfokan ke keluarga besar yang lain. Menurut Papa dan Ummi, tugas mereka hanya sampai pada menerima atau menolak lamaran, soalan memutuskan uang panaik, bukan haknya, melainkan hak seluruh keluarga besar. Kakek, nenek, om, tante, serta saudara per sepupuannya. Langkah itu dinamakan prosesi A'sitappuki / Mabicara Doe. Akhirnya Buyana diminta datang lagi selanjutnya. Keluarganya pun hanya mengambil jeda seminggu setelah massuro.
Lalu bagian mana yang menggemparkan?
Jadi dalam proses penantian seminggu itu, tentu saja Papa dan Ummi juga sudah menginfokan ke seluruh keluarga besar yang tersebar di berbagai penjuru Gowa :D dan inilah komentar mereka yang ikut berbahagia.
"Ih alhamdulillah tawwa wiya..."
"Wiya di? yang kedua iyya ? Wiwi iyya ? belumpi?"
"Nalangkahi Wiwi, kakaknya dii?"
"Jadi Wiwy dilangkahi dulu ini..."
"Enak Wiwi nanti kalau Wiya duluan dia bisa tarik uang panaik nya juga hehe.."
Disuatu pagi, tiga hari menjelang prosesi mabicara doe' Wiya dan Buyana, Om dan Tante mengajak Ummi berbincang, "Antekamma punna nipabbunting kambara'mo iyya? (Bagaimana kalau kawin kembar aja?) Ka kulangngere' anne Wiwi, sallomi nia' tu ero' passuroi... (Karena saya dengar, ada yang sudah lama ingin melamar Wiwi...) Mingka kau tahang-tahangi bedeng (tapi katanya kamu yang menunda.)
Entah bagaimana lagi ceritanya, yang jelas Subuh hari itu, hari dimana semua keluarga besar siap berkumpul, Ummi mendatangi kamar Wiwi. Intinya disitu Ummi meluluhlantahkan keegoisannya yang lalu-lalu dan menimang sebuah keridhaan untuk dihanturkan kepada Wiwi. Ummi memberikan izinnya pada Iwan, sang pujaan hatinya Wiwi, untuk datang melamar.
Iwan sudah lama ingin melamar Wiwi, tapi tak beranjak langkahnya tanpa izin dari Papa dan Ummi. Dan pagi itu, begitu mendengar izin dari Ummi, Iwan langsung memberikan jawaban, dia dan keluarganya akan datang segera setelah acara mabicara doe'nya Wiya dan Buyana selesai.
Allahu Akbar. Tangis memecah dari dalam kamar Wiwi, semua berkumpul saling berpelukan, Wiwi tak berhenti meneteskan air mata tanda terimakasihnya kepada Ummi saat itu. Akhirnya dia mendapatkan restu Ummi, hal yang sekian lama ia panjatkan doanya pada Allah SWT.
Keluarga besar mulai berdatangan, mereka diinfokan bahwa hari ini, Ahad 4 february, akan ada 2 proses mabicara doe'. Seketika semuanya gempar dan heboh, hehehe. Tapi acara lamaran di keluarga kami ini digelar sederhana saja. Wiya sudah menginfokan posisi keluarga Buyana yang sudah dekat. Kami semua sudah bersiap di rumah menyambut kedatangan keluarga Buyana dari Tello.
A'sitappuki / A'pa'nassa (Mabicara Doe')
Prosesi ini memakan waktu yang lumayan lama juga durasinya. Karena formalitas adat dan istiadat. Siapa saja yang menghadap tamu dan keluarga yang datang? Yaitu
- Papa (Ayah pihak perempuan)
- Para Datok (Kakek dan saudara kakek dari pihak perempuan. Sayangnya Datok kami sudah tiada sejak 2011 lalu, tapi saudara-saudaranya masih bisa hadir mendampingi Papa)
- Para Paman (Saudara kandung dari Ayah dan Ibu pihak perempuan)
- Para Saudara Kandung (karena saya bersaudara perempuan semua, jadi yang menghadap tamu, hanya ayahzam.)
- Para Sepupu sikali dan Pindu (sepupu satu kali, dan sepupu dua kali)
Mereka semua menghadapi para tamu laki-laki/bapak-bapak yang dipercayakan mewakili pihak keluarga initi untuk bersama-sama A'pa'nassa dan A'sitappuki membicarakan uang panaik, serta tanggal dan tempat pernikahan.
Sedangkan Ibu-ibu nya, duduk dibagian belakang. Yang berbicara hanya para Bapak-bapak saja. Ibu-Ibu hanya bersuara ketika ada pihak Bapak-bapak bertanya sesuatu. Sebenarnya saat prosesi ini yang hadir hanya pihak perwakilan saja, tapi saya lihat waktu itu, Ibu kandung Buyana ikut hadir juga. Mungkin karena Bugis dan Makassar Gowa agak berbeda sedikit ya, karena biasanya kami, Orangtua mempelai itu saling bertemu ketika prosesi "Mae matoang" saja. Tapi karena jaman now mungkin ya :D
Formalitas pertama dalam perbincangan prosesi ini, adalah tentang perkenalan. Pihak laki-laki memperkenalkan nama dan asal usul pihak laki-laki. "Ananda kami, Muhammad Buyana usianya 30 tahun, pekerjaannya Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di Sekolah Islam Athirah. Keluarga Bapaknya dari Enrekang, dan Ibunya dari Majene. Telah diterima pinangannya oleh kedua orangtua dari Widya Ayudiah. Untuk itu selanjutnya kami menghadap kembali ke sini untuk membicarakan proses lebih lanjut kepada seluruh keluarga besarnya,..."
Papa mulai membalas dan mempersilahkan para Datok untuk mempertanyakan "Uang Panaik"nya. Datok Tayang, saudara lelaki Datok kami pun mulai bertanya yang intinya "Berapa yang anda siapkan untuk uang belanja pernikahan?"
Setelah pihak keluarga Buyana menyebut Nominal, dan sudah ada persetujuan dari para paman dan sepupu, maka boleh lanjut membahas masalah waktu, tempat dan apa maharnya? Gimana kalau ada yang kurang setuju sama nominal uang panaik yang disebutkan pihak laki-laki?
Uang Panaik itu bukan Mahar !
Ini yang tidak akan bosan kami terangkan kembali, sebagai warga Makassar mungkin sudah paham betul ya tentang uang panaik atau uang belanja ini. Tapi mungkin ada pembaca blog ku yang belum mengerti. Kenapa ada uang panaik? Karena simbol adanya perjuangan yang harus dilakukan oleh seorang cowok untuk mendapatkan cinta gadis pujaannya yang ada di tanah Mangkasara'. HASYEEGG hihihi. Tapi memang menurut tradisi, cinta adalah hal yang mahal dan nggak bisa sembarang orang dapatkan. Terlebih jika gadisnya adalah yang punya kualitas tinggi yang diukur dari tingkat pendidikan dan keturunan keluarga. Tak sembarang cantik, tapi juga baik dan berkualitas. Itulah nilai yang diangkat di tradisi Panaik suku Bugis-Makassar.
Tradisi lain menyebutkan, Panaik adalah model dan pengejawantahan dari kebiasaan suku Bugis-Makassar yang memang seorang pelaut dari sononya. Mereka (para cowok) terbiasa untuk berkelana ke lautan luas untuk mencari rejeki dan sepulangnya dari melaut, mereka melamar gadis pujaan yang menunggu mereka. Ahay.. !
Jadi, lanjut lagi yang tadi, Gimana kalau ada yang kurang setuju sama nominal uang panaik yang disebutkan pihak laki-laki? Disinilah fungsinya prosesi ini. Kalau kedua orangtua sih sebenarnya ga perlu secara gamblang menyatakan bentuk protes sama jumlah uang panaik yang disediakan pihak lelaki, biasanya pihak keluarga besar yang memberikan informasi tentang "kurang"nya uang panaik.
Beberapa waktu lalu, prosesi mabicara doe' sepupu saya, ada perhelatan saling protes mengenai jumlah uang panaik. Pihak lelaki hanya sanggup sekian, pihak perempuan meminta kesediaan pihak laki-laki untuk "menambah" dengan alasan, jaman sekarang apa-apa serba mahal, mau bikin acara nikahan itu nutuh biaya yang banyak dan biaya tersebut itu didapatkan dari uang panaik yang dibawa pihak lelaki.
Kalau pihak lelaki sudah tiga kali ditanya dan tetap bertahan dikesanggupannya, maka salah satunya harus mengalah atau, pernikahan dibatalkan. Hiks. (Naudzu billahi mindzalik*) Tapi alhamdulillah kedua belah pihak memperoleh kesepakanan bersama. Belum ada sejarahnya di keluarga kami membatalkan permnikahan karena kurangnya uang panaik. Kedua belah pihak keluarga saling menghormati.
Selanjutnya, setelah proses mabicara doe selesai, kedua perwakilan keluarga saling bersalaman untuk "Deal-dela-an" gitu. Dan saling memanjatkan doa kesyukuran. Langkah selanjutnya adalah A'pa'nassa dan A'nyikko. Memutuskan tanggal pernikahan dan melengkapinya dengan info mahar dan erang-erang (seserahan) yang akan dibawa.
Nah bagian a'pa'nassa ini bagiannya ibu-ibu yang banyak ambil alih, hehehe. Dipilihkan tanggal yang baik, hari yang baik. Kami punya tetua adat yang bisa "melihat" hari baik tersebut. Ibu-ibu pihak perempuan berhak menyebutkan beberapa jenis seserahan, atau disebut dengan "Erang-erang" yang wajib pihak lelaki bawa nantinya.
Kalau soal maharnya, pihak lelaki dipersilahkan langsung menyebutkannya. Biasanya Emas dan seperangkat alat sholat. Dan ternyata emasnya itu harus bersyarat juga, gram nya harus ganjil ternyata, minimal 3gram, 5gram, 7gram, 11gram dan seterusnya sesuai dengan kemampuan pihak lelaki. Biasanya tersering sih itu 5gram, alasannya katanya "Ni pa ri limai dalleka" (Rejeki dipegang di telapak tangan*jumlahnya 5 jari) hihih seperti itu...
Nah biasanya kalau ada juga soalan tentang, kapan uang panaiknya mau diantarkan? namanya ini adalah "Panaik Leko' Caddi" prosesi dimana pihak lelaki, datang lagi seminggu setelah A'pannassa untuk mengantarkan Uang Panaik/Uang belanja kepada keluarga pihak perempuan. Sebelum akad nikah ya... nah kalau Bugis, prosesi ini dinamakan dengan Mappetuada'. Baru bisa dikatakan resmi Engegement kalau sudah mappetuada gitu.
Tapi di keluarga kami, dengan alasan tidak ingin merepotkan keluarga pihak lelaki, datang bolak balik, dari Tello ke Gowa, maka panaik lekok caddi'nya(Uang panaik) sekalian dibawa pada saat panaik leko' lompo (Akad nikah/membawa mahar).
Setelah semua sudah A'nassa (lengkap/rampung) Pihak keluarga perempuan membacakan kembali semua rangkumannya di hadapan pihak lelaki, apakah sudah betul yang dicatat atau ada yang mau ditambahkan atau dikurangi? Jika sudah selesai, kedua belah pihak saling bertandatangan atau berjabat tangan sebagai tanda prosesi lamaran sudah selesai di tahap akhir. Barulah dilanjut lagi dengan prosesi A'nyikko (Mengikat)
Ibu-ibu dari pihak lelaki masuk ke kamar untuk menemui calom mempelai, Wiya. Yang boleh masuk cuma ibu-ibu hehehe. Buyana sebenarnya datang tapi gak diperbolehkan masuk, jadi dia nunggu aja di luar di parkiran HAHAH. Memang dikeluarga kami kalau tiap prosesi adat jelang pernikahan, kedua calon mempelai itu gak boleh bertemu sama sekali. Kalau liat jaman sekarang acara engagement di Makassar, banyakan si cowoknya juga ikut datang ya.. kayak di pulau jawa. Di Gowa, kami gak membiarkan hal itu sih.
Ibu nya Buyana mulai memberi salam kepada calon menantunya dan segera menyematkan cincin passikko di jemari manis adik saya itu. Semuanya salam-salaman, salim, lalu makan-makan ehhehe.
pukul 14.00 rombongan keluarga Buyana sudah pergi meninggalkan rumah kami, langsung menghubungi keluarga Iwan, yang katanya akan berangkat dari rumahnya ba'dha Ashar. Sambil menunggu, kami beberes ruangan, bersih-bersih dan saya ganti jilbab aja hahahahaha. Formasi ruangan tadinya lesehan, kali ini dibuat duduk kursi saja. Pihak keluarga kami belum ada yang pulang, semua masih ikut menunggu untuk melanjutkan prosesi lamaran kedua untuk Wiwi, Massuro, sekaligus A'pa'nassa.
Wiwi yang awalnya menjemput rombongan keluarga Buyana tadi, langsung masuk kamar untuk prepare, dan Wiya yang sudah di sikko, gantian, dia turut dalam barisan penjemput hihihi.
Badha ashar, keluarga Iwan sudah tiba, mereka ontime dan tidak menunggu lama karena rumah mereka juga ada di Gowa, hanya butuh waktu 30 menitan untuk sampai. Rasanya berbeda dengan suasana prosesi lamaran tadi waktu Wiya, kita sama sekali belum kenal dengan semua keluarga besarnya, kalau si Iwan namanya sudah biasa di dengar tapi itu yang bikin deg-deg-an semua keluarga, penasaran pengen liat keluarganya gimana, karena selama ini cuma mendengar lewat cerita-certia orang, belum pernah sama sekali ketemu langsung.
Yang hadir semua adalah keluarga-keluarga inti saja, Ibunya, kakaknya, adiknya, dan tante serta sepupunya. Dan semua lengkap bawaan mereka sebagai bawaan untuk lamaran langsung lengkap juga. MasyaAllah, ada suasana haru saat menyambut mereka, tante saya gak berhenti keluar masuk kamar Wiwi untuk ngabarin kalau keluarga Iwan sudah duduk di ruang tamu, saya juga ikut-ikutan, hahaha bolak-balik kamar-ruang tamu, "Ini fotonya, ini yang datang..." Wiwi langsung bilang, "Iya ini Mamanya, kakaknya, adeknya..."
Allah maha kuasa dan maha membolak-balikkan hati UmmatNYA. Akhirnya keluarga besar kami mempersilahkan keluarga Iwan untuk masuk ke rumah melamar Wiwi. Allah paling tau waktu yang paling indah untuk mengabulkan doa seseorang ^_^
Pembicaraan yang sama dengan prosesi lamaran Wiya, Kakak Ipar Iwan yang mewakili keluarga pihak lelaki mengemukakan semua maksud dan tujuan silaturrahim ini. Papa juga menjelaskan, tahapan melamar itu sebenarnya datang dua kali, tapi karena mumpung keluarga besar sudah berkumpul di sini, baiknya langsung saja membahas soal A'pa'nassa itu (uang panaik) dan segala persiapan pernikahannya.
Sebelumnya, Papa sempat bilang "Saya tanyakan dulu ke anak saya, Wiwi ya apakah menerima lamaran ini atau tidak, silahkan omnya, coba tanya ke Wiwi nya di kamar..."
Om saya masuk ke kamar dan keluar lagi dengan jawaban, "Kata Wiwi, semuanya diserahkan ke keluarga besar sekalian..."
Seluruh keluarga besar ditanyai, semua jelas menjawab iya setelah mengetahui asal usul Andi Iwan yang dipaparkan langsung oleh kakak Iparnya.
Dengan lancar masalah uang panaik langsung disebutkan oleh kakak iparnya dan dibalas oleh Datok kami, tidak lama mufakatnya, langsung pula membahas tentang mahar. Ada syarat permintaan khusus dari pihak keluarga laki-laki, yaitu akad nikah ingin dilaksanakan di Masjid. Langsung disetujui saja oleh Papa. Lebih lanjut lagi sampai proses penentuan jadwal akad nikah dan resepsi. Karena Wiwi adalah kakak, maka akad nikahnya dilaksanakan duluan daripad akad nikah Wiya, namun resepsinya akan dilangsungkan bersamaan.
Hal yang mengharukan lainnya adalah, Tante saya punya adrenalin ke-kepoan yang memang luar biasa, dia meminta Iwan untuk masuk kerumah, katany abiar keluarga besar bisa liat dan kenalan, karena dulu Buyana kan sudah pernah datang A'jangang-jangan jadi sudah kenal dan dilihat, sedangkan Iwan ini baru pertama kali datang.
Dengan alasan itu, akhirnya Papa dan Datok mengizinkan, mengajak Iwan masuk ke rumah, (gak boleh ke kamar tentunya hihi) untuk memperlihatkan sosoknya. Iwan pun masuk ke rumah, mulai dari pintu sudah salam-salaman, membungkuk a'tabe-tabe (permisi) dengan semua keluarga besar, sampai akhirnya dia duduk disamping Mamanya.
Semua keluarg abaik yang lagi sibuk di dapur sampai merengsek juga ke ruang tamu ikut liatin si Iwan, sampe bahu saya sakit dicubit-cubitin karena mereka gemashhhh "Ihhh tawwa... gammaraki tawwa"
"Ini mi pak, anakku, Iwan..." Mamanya Iwan mengelus-elus punggung iwan, sambil sesekali mengusap airmatanya yang hampir menetes, Iwan juga kadang mengusap wajahnya, entah dia malu-malu, tegang, atau terharu bahagia. semua keluarganya tersenyum, kita pun terharu. Sama-sama kami memanjatkan doa sebagai bentuk rasa syukur atas kelancaran prosesi lamaran sekaligus A'pannassa ini.
Selanjutnya, keluarga Iwan yang ibu-ibu dipersilahkan masuk ke kamar Wiwi, keluarga mereka juga sebenarnya penasaran dengan sosok Wiwi yang selalu diceritakan Iwan, wanita yang membuat Iwan tuh setia menunggu ridho dan restu keluarga untuk melamar Wiwi yang akhirnya kesampean juga.
Kalian mau baca juga gak cerita singkat waktu saya yang dilamar? hehehe silahkan klik di sini
Cerita saya nipassuroi (cerita saya dilamar)
Jadi ingat masa lalu deehh. Ini tulisan detail sekali ya, gaya bertuturnya juga khas Qiah. Seperti ka diceritakan.
ReplyDeletehihihehheeh terimakasih imom sudah baca :*
DeleteJadi tau urut2an adat di sana nih Kak. Suka banget sama foto2nya yang hangat. :D
ReplyDeletemakasihhhh Nia,,
Deletepanjang ya urutannya hiheiheihe
panjang ya prosesinya :D dan keluarga yang datang banyaaaak, hehehe
ReplyDeleteihihi iya mbakk,
Deleteyang datang biasanya emang keluarg ainti dan kerabat2nya hihihi
tergantung keluarga juga sih '
makasih mbak syg sudah berkunjung ke blog iini
terima kasih kak sudah dijelaskan kembali arti uang panaik itu yg sebenarnya... saya juga masih sering risih dengar org2 yg menganggap uang panaik itu sebagai uang untuk capeng perempuan, padahal yang sebenarnya uang panaik itu uang belanja untuk pesta pernikahan, dan ga jarang juga malah pihak perempuan mengeluarkan sejumlah uang juga karena uang belanja (uang panaik) tidak cukup untuk keperluan pesta...
ReplyDeleteiya syg betul, uang panaik itu ibaratnya uang pengganti biaya pernikahan, modal gitu.. kalau dipakai semua untuk keperluan acara atau gak kepake semua kan terserah juga dari pihak keluarga perempuan, biasanya juga standart uang panaik itu justru malah kurang untuk keperluan acara, sewa gedung aja udah ambil hampir 50% dari uang panaik.
DeleteMau di bikin sederhana juga acaranya tetap lah butuh pengeluaran banyak
astaga qiah, saya jadi deg-degan juga, saya penasaran dengan ceritanya wiwi kenapa lama sekali di restui hihihi *kepo tingkat tinggi
ReplyDeletewkwkwk ndak dizinkan ka publish ki ceritanya di blog kak
Deletehahahahh nanti ku ceritakan live saja face to face hahaha
kapanki di Makassar segerami cuss hahaha..
aku ikut terharu krn bahagianya. terharu juga dg istilah-istilah dr Gowa yang susah dibaca hahaha
ReplyDeleteSalam kenal Mbak..
ReplyDeleteMasya Allah seneng bacanya, prosesinya panjang ya. Tapi, keren masih dipertahankan adatnya..
Jadi ingat saya dulu lamaran, sudah ada yang dilewati karena saya dimana, calon suami di mana, ortu dan mertua pun beda kota hiks..Jadi main praktis saja...mirip yang Iwan-Wiwi :D